Pages

Subscribe:

November 28, 2014

Kisah para pendiri Whatsapp



Jan Koum dan Brian Acton, dua pendiri Whatsapp

WhatsApp, merupakan salah satu aplikasi social messenger yang telah diakuisisi oleh facebook dengan nilai 16 juta US Dollar telah menjadi aplikasi social messenger nomor satu saat ini. Tapi tahukah kita kalau kesuksesan yang diraih tersebut tidak semudah yang kita bayangkan.   Perkenalkan, Jan Koum dan Brian Acton, dua orang yang telah melalui banyak kegagalan dan perjalanan hidup yang penuh perjuangan dan kegigihan dalam mewujudkan visi mereka.

Saat ini, aplikasi buatan Jan dan Brian menjadi landasan aplikasi messenger paling berharga didunia, meskipun dulunya mereka mendapat penolakan dari beberapa perusahaan teknologi ternama, termasuk perusahaan yang pada akhirnya membeli aplikasi layanan mereka.

Komitmen mereka yang berusaha menjaga agar Whatsapp menjadi aplikasi yang “tanpa iklan” dan senantiasa menghormati privacy para user, menjadikan aplikasi ini mampu menjaring jutaan user sejak pertama kali diluncurkan pada 2009 silam. Dua wawancara beberapa waktu lalu, bersama Wired UK dan Forbes, mampu menggali lebih dalam mengenai kisah para pendiri Whatsapp ini dan mengungkap masa – masa  “jatuh bangun” yang dialami oleh keduanya.


Gagal bukan berarti kalah
Setelah mengambil libur satu tahun untuk liburan di Amerika Selatan, Brian dan Jan mencoba memasukkan proposal ke Facebook meskipun akhirnya mereka berdua ditolak. Brian lalu memposting status di twitter pada 2009, perihal harapan dan penolakan Facebook terhadapnya. Brian juga sempat mencoba melamar ke twitter, namun dia juga ditolak dan cuma menjalani masa percobaan dua bulan disana
.
Tweet Brian di akunnya pada 2009 silam
Saat itu masa yang sulit ketika Jan terinspirasi untuk membuat WhatsApp, sebuah platform-agnostic aplikasi pesan sederhana yang memungkinkan setiap pengguna smartphone dapat mengirimkan SMS tanpa dikenakan biaya. Brian yang sebelumnya merupakan seorang karyawan di Yahoo!, juga sempat berinvestasi dan mengalami kerugian jutaan dollar dalam bisnis dot.com sejak awal 2000-an, tapi dia mulai bangkit kembali saat bergabung dengan Jan dalam membangun startup awal dengan metode filosofi bisnis yang unik.

Dari Welfare ke WhatsApp 
Jan, yang saat ini genap berusia 38 tahun, masih remaja pada waktu dia berimigrasi ke Amerika Serikat dari sebuah desa kecil diluar Kiev, Ukraina. Hidup di kota Kiev, yang merupakan kota dengan kondisi politik dan protes massa yang kian meningkat sangatlah tidak mudah bagi seorang Jan. Rumahnya di desa tidak memiliki air hangat dan orang tuanya tidak memasang telepon karena takut disadap oleh pemerintah. Ketika berada di Amerika, Jan langsung mempelajari ilmu jaringan komputer dengan membaca buku yang dibelinya di toko buku bekas.
Jan Koum dalam sebuah wawancara
Pada 1997, Jan berkenalan dengan Brian yang nantinya menjadi rekannya dalam membangun Whatsapp. Brian lalu membujuk Jan agar mau ikut bergabung di Yahoo! dan meniggalkan kuliahnya di San Jose State University. Keduanya lalu menghabiskan masa 20 tahun mereka berkutat di perusahaan Yahoo! Inc, sebelum akhirnya mendirikan Whatsapp Inc.
Whatsapp resmi diakuisisi facebook
Majalah Forbes sempat berhasil mengabadikan foto Jan sedang menandatangani kontrak bernilai milyaran dollar dengan Facebook saat berada di kantor lamanya di Mountain View, California. Hal itu menjadi bukti hasil kerja kerasnya Jan dan Brian selama ini.

Perusahaan dengan Visi yang unik
WhatsApp merombak total gambaran orang tentang konsep berkirim pesan lewat smartphone. Privacy pengguna menjadi prioritas pertama dan paling utama bagi Jan. Selama beberapa tahun, tampilan layanan pesan instant ini tetap sama sejak pertama kali diluncurkan pada 2009, dengan sedikit tambahan kecil pada update terbarunya.

Seperti kita ketahui kalau Whatsapp tidak mengharuskan user men-submit informasi diri mereka, seperti nama, jenis kelamin, bahkan umur. Whatsapp hanya meminta nomor ponsel pengguna  untuk proses registrasi dan aktivasi. Pengguna tidak perlu repot memasang nama mereka, tapi cukup memasukkan 10 digit nomor handphone. Whatsapp hanya mengadopsi dua elemen dari instant messaging, seperti fasilitas “status update” dan “read” oleh penerima pesan (jauh sebelum iMessage incorporated menggunakan fitur itu).

Jan pada waktu itu tertarik mengamati sistem antar pesan (messaging) yang selama ini dilakukan  oleh para pengguna ponsel, dimana mereka kebanyakan menggunakan SMS untuk berhubungan dengan orang terdekat mereka yang berada jauh diluar negeri. Whatsapp kemudian membangun jaringan follower di benua Eropa dan komunitas Internasional lainnya. Hingga akhirnya, diawal 2011, Whatsapp berhasil menjadi “bintang” di App Store dan menduduki posisi 20 besar, dan naik keposisi 10 besar aplikasi gratis. (MY)