Jalan keluar pembangunan rumah murah dalam jumlah besar yang bisa
diproduksi dalam waktu singkat kini mulai ditemukan. Di Tiongkok, perusahaan
material inovatif Yingchuang New Materials sudah berhasil memproduksi 10
bangunan rumah dengan memanfaatkan teknologi cetak tiga dimensi. Sementara,
arsitek Nicoló Bini menawarkan solusi usang berupa Binishells.
Dalam situs remsinya Binishells, teknologi ini mungkin merupakan cara
terhijau yang pernah diciptakan untuk membangun. Menggunakan udara sebagai
cetakan, Binishells tergolong hijau karena memberikan lapisan luar bangunan
yang efisien. Binishells juga kuat dan fleksibel dalam bentuk dan ukuran.
Bangunan ini juga sangat terjangkau karena menggunakan lebih sedikit tenaga
kerja dan material dalam proses konstruksi. Biaya operasionalnya juga lebih
murah.
Binishells sebenarnya sudah dikembangkan oleh arsitek Dante Bini, ayah
Nicoló Bini, pada 1960-an. Bangunan Binishells pertama tepatnya dibuat pada
1964.
Kubah Binishell terbuat dari struktur beton bertulang. Pada dasarnya,
proses pembuatan Binishel dimulai dengan menaruh pneumoform di tanah,
menuangkan beton, menaruh tulangan, kemudian memompanya.
Joseph Flaherty dari Wired.com mendeskripsikan teknik ini seperti
menyelimuti balon dengan bubur kertas. Untuk membentuk patung atau topeng,
bubur kertas dibiarkan mengeras di permukaan balon, kemudian balon diletuskan
hingga hanya tersisa cangkang kosong. Bagi Nicoló Bini, teknik ini tidak hanya
cocok untuk membuat mainan. Teknik ini merupakan jawaban bagi kebutuhan rumah
murah dan rumah-rumah darurat pasca bencana. Bini juga percaya, metode tersebut
bisa digunakan untuk membangun sekolah, basis militer, stadion olah raga, dan
bangunan apa pun dalam biaya rendah.
Selain cepatnya proses pembangunan dan rendahnya biaya, Nicoló Bini
tertarik pada penggunaan teknik ini lantaran sifatnya yang berbeda dari
pembangunan naungan pasca bencana lain. Setiap Binishell hanya membutuhkan
biaya sekitar 3.500 dollar AS atau Rp 41,2 juta. Selain itu, Binishells juga
bisa bertahan sebagai bangunan permanen.
Sumber yang sama menyatakan, hingga saat ini sudah ada 1.600 Binishells
dibangun di 23 negara. Beberapa Binishells pun masih berdiri hingga saat ini.
"Binishells telah bertahan, bahkan dalam lingkungan ekstrem, seperti
lahar, abu, dan gemppa bumi di Gung Etna selama hampir 50 tahun," ujar
Nicoló.
Kendati demikian, Binishells masih punya kekurangan. Tantangan terbesar
yang akan dirasa oleh penghuni adalah ketidakpraktisan hidup. Kabel dan
infrastruktur lain tidak bisa disisipkan di dalam dinding, serta bentuk kubah
akan banyak terbuang. Selain itu, penghuni kubah juga akan sulit menggantung
foto.
Namun, Ben Schiller dari Fastcoexist.com
berpendapat bahwa Bini kini tengah berupaya menjalankan kerjasama ke
berbagai pihak di seluruh dunia. Tidak mustahil, publik akan melihat kehadiran
lebih banyak Binishells baru di masa depan.
Sumber: Kompas.com