Pages

Subscribe:

September 28, 2015

Manusia Purba mendengarkan bunyi berbeda dengan manusia saat ini.



Ilustrasi manusia purba jutaan tahun silam
Berdasarkan hasil penelitian para ilmuwan baru-baru ini, ternyata orang purba zaman dulu mendengarkan suara dan bunyi-bunyian dengan cara yang berbeda dengan manusia saat ini terkait dengan lingkungan tempat tinggal mereka serta cara manusia purba itu saling berkomunikasi.

Hasil penelitian yang diterbitkan dalam Journal Science Advances, menyimpulkan bahwa para leluhur kita yang hidup di wilayah Afrika Selatan sekitar 2 juta tahun yang lalu itu ternyata memiliki pendengaran jarak dekat yang sangat sensitif (tajam). Pendengaran mereka bahkan lebih baik daripada simpanse dan manusia saat ini.
Australopithecus africanus
“Kami menyimpulkan bahwa Australopithecus africanus dan Paranthropus robustus memiliki tingkat sensitivitas pendengaran skala antara 1.0 – 3.0 kHz lebih peka dibandingkan pendengaran manusia dan simpanse” ujar Kepala Jurnal, Rolf Quam, yang juga merupakan Asisten profesor Antropologi di Binghamton University, kepada Discovery News. Ia juga menambahkan kalau Manusia purba juga memiliki kemampuan mendengarkan suara yang lebih lembut dibanding simpanse dan manusia saat ini.
  
Quam dan rekan timnya  membuat analisis seperti itu setelah merekonstruksi kembali anatomi internal organ telinga milik dua manusia purba. Para ilmuwan tersebut melakukan  CT Scan dan rekonstruksi  Virtual komputer berdasarkan fosil yang mereka temukan. Kedua fosil tersebut dipilih karena masih memiliki struktur tulang telinga yang masih bagus.
Ilustrasi lingkungan Paranthropus robustus di alam Savannah
Kemampuan manusia purba mendengarkan suara jarak dekat sepertinya digunakan untuk keperluan komunikasi langsung di lingkungan mereka di alam terbuka. Hasil penelitian kandungan enamel gigi manusia prasejarah membuktikan bahwa mereka dulunya mengkonsumsi makanan yang berasal dari hutan dan padang rumput, sehingga para leluhur kita mesti membagi waktu mereka di dua habitat yang berbeda itu. Hidup didalam hutan saat itu memang diperlukan, mengingat manusia menjadi salah satu sasaran buruan dari hewan buas padang rumput, seperti: Leopard, Singa, dan Hyena.

Nah, pertanyaannya sekarang ialah, Bagaimana cara manusia prasejarah saling berkomunikasi antar sesamanya?. Ada kesepakatan diantara pada ahli Antropologi yang menyimpulkan bahwa ukuran otak yang kecil, anatomi tubuh dan susunan pita suara yang mirip kera membuat manusia purba sangat sulit bertutur kata. Sama halnya dengan primata lain, Manusia purba berkomunikasi dengan menggunakan bahasa bunyi dan isyarat. Quam beserta tim menyebutnya dengan bahasa “Voiceless Consonants.”

Konsonan yang mereka hasilkan berasal dari aliran udara yang melewati bibir, gigi dan lidah. Sama halnya jika kita mengucapkan huruf “T”, “K”, “F”, dan “S”. Quam menjelaskan bahasa mereka lebih mirip bunyi “Voiceless Consonants” karena bunyi huruf Vokal tidak pernah berubah saat diucapkan oleh mereka. Sehingga mungkin saja kemudian cara manusia berbicara mengalami evolusi karena penambahan bunyi artikulasi terhadap bunyi huruf vokal.

Jeffrey Schwartz, seorang Profesor di jurusan ilmu  Antropologi, Sejarah, dan Filosofi dari Universitas Pittsburgh, pada Discovery News menyampaikan bahwa “Mempelajari cara manusia purba berkomunikasi sangatlah menarik, ada dimensi baru yang kita temukan dalam prilaku dan cara sosialisasi para Hominin (Manusia purba).”

Schwartz sepakat kalau manusia purba di Afrika Selatan memiliki indra pendengaran yang “Non Sapiens”,  artinya bahwa mereka memang berbeda dengan Spesies kita.

Nah, kira-kira seperti apa sih sistem pendengaran manusia ribuan tahun kemudian?, Quam memprediksikan bahwa: “Sepertinya indra pendengaran kita tak banyak mengalami perubahan dimasa depan” ia menambahkan “Studi kami sebelumnya menunjukkan kalau fosil manusia  yang hidup 430.000 tahun lalu disekitar wilayah Spanyol Utara yang kita kenal sebagai ras setelah Neanderthal, memiliki pola pendengaran identik yang sama hampir sama dengan kita.” (MY)