Berawal dari obrolan ringan dengan Atasan ditempat kerja saya tentang pengembangan usaha di Koperasi. Nah, saya lalu diberitahu untuk membaca Profil Sdr. Elang Gumilar, yang sukses sebagai Wirausaha dengan usaha keras dan proses yang dimulai dari NOL. Sayapun tertarik dan langsung Browsing di Internet. Akhirnya langsung dapat artikel mengenai beliau dan ternyata...Sangat menginspirasi sekali.
Sekedar berbagi ilmu, saya share aja artikelnya ke Blog ini. Mohon maaf untuk sumber artikel ini saya lupa alamat Link-nya..So Check this out..
Elang Gumilar |
Selama ini banyak developer yang membangun perumahan namun
hanya bisa dijangkau oleh kalangan menengah ke atas saja. Jarang sekali developer yang membangun perumahan yang memang dikhususkan bagi orang-orang kecil. Elang Gumilang (22), seorang mahasiswa yang memiliki jiwa wirausaha tinggi ternyata memiliki kepedulian tinggi terhadap kaum kecil yang tidak memiliki rumah. Meski bermodal pas pasan, ia berani membangun perumahan khusus untuk orang miskin. Apa yang mendasarinya? Jumat sore (28/12), suasana Institut Pertanian bogor (IPB),
terlihat lengang. Tidak ada geliat aktivitas proses belajar mengajar. Maklum hari itu, hari tenang mahasiswa untuk ujian akhir semester (UAS). Saat Realita melangkahkah kaki ke gedung Rektorat, terlihat sosok pemuda berperawakan kecil dari kejauhan langsung menyambut kedatangan Realita. Dialah Elang Gumilang (22), seorang wirausaha muda yang peduli dengan kaum miskin. Sambil duduk di samping gedung Rektorat, pemuda yang kerap disapa Elang ini, langsung mengajak Realita ke perumahannya yang tak jauh dari kampus IPB. Untuk sampai ke perumahan tersebut hanya membutuhkan waktu 15 menit dengan menggunakan kendaraan roda empat. Kami berhenti saat melewati deretan rumah bercat kuning tipe 22/60. Rupanya bangunan yang berdiri di atas lahan 60 meter persegi itu adalah perumahan yang didirikannya yang diperuntukan khusus bagi orang-orang miskin. Setelah puas mengitari perumahan, Elang mengajak Realita untuk melanjutkan obrolan di kantornya. Elang sendiri merupakan anak pertama dari tiga bersaudara
pasangan H. Enceh (55) dan Hj. Prianti (45). Elang terlahir dari keluarga yang lumayan berada, yaitu ayahnya berprofesi sebagai kontraktor, sedangkan ibunya hanya ibu rumah tangga biasa. Sejak kecil orang tuanya sudah mengajarkan bahwa segala sesuatu diperoleh tidak dengan gratis. Orang tuanya juga meyakinkan bahwa rezeki itu bukan berasal dari mereka tapi dari Allah SWT.
Elang Gumilar saat mendapat penghargaan dari Bank Mandiri |
Ketika duduk di bangku Sekolah
Dasar Pengadilan 4, Bogor, Elang sudah mengikuti berbagai perlombaan dan bahkan
ia pernah mengalahkan anak SMP saat lomba cerdas cermat. Karena kepintarannya
itu, Elang pun menjadi anak kesayangan guru-gurunya.
Begitu pula ketika masuk SMP I
Bogor, SMP terfavorit di kabupaten Bogor, Elang selalu mendapatkan rangking.
Pria kelahiran Bogor, 6 April 1985 ini mengaku kesuksesan yang ia raih saat ini
bukanlah sesuatu yang instan. “Butuh proses dan kesabaran untuk mendapatkan
semua ini, tidak ada sesuatu yang bisa dicapai secara instan,” tegasnya. Jiwa
wirausaha Elang sendiri mulai terasah saat ia duduk di bangku kelas 3 SMA I
Bogor, Jawa Barat. Dalam hati, Elang bertekad setelah lulus SMA nanti ia harus
bisa membiayai kuliahnya sendiri tanpa menggantungkan biaya kuliah dari orang
tuanya. Ia pun mempunyai target setelah lulus SMA harus mendapatkan uang Rp 10
juta untuk modal kuliahnya kelak.
Berjualan Donat. Akhirnya, tanpa
sepengetahuan orang tuanya, Elang mulai berbisnis kecil-kecilan dengan cara
berjualan donat keliling. Setiap hari ia mengambil 10 boks donat masing-masing
berisi 12 buah dari pabrik donat untuk kemudian dijajakan ke Sekolah Dasar di
Bogor. Ternyata lumayan juga. Dari hasil jualannya ini, setiap hari Elang bisa
meraup keuntungan Rp 50 ribu. Setelah berjalan beberapa bulan, rupanya kegiatan
sembunyi-sembunyiny a ini tercium juga oleh orang tuanya. “Karena sudah dekat
UAN (Ujian Akhir Nasional), orang tua menyuruh saya untuk berhenti berjualan
donat. Mereka khawatir kalau kegiatan saya ini mengganggu ujian akhir,” jelas
pria pemenang lomba bahasa sunda tahun 2000 se-kabupaten Bogor ini.
Dilarang berjualan donat, Elang
justru tertantang untuk mencari uang dengan cara lain yang tidak mengganggu
sekolahnya. Pada tahun 2003 ketika Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB mengadakan
lomba Java Economic Competion se-Jawa, Elang mengikutinya dan berhasil menjuarainya.
Begitu pula saat Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) menyelenggarakan
kompetisi Ekonomi, Elang juga berhasil menjadi juara ke-tiga. Hadiah uang yang
diperoleh dari setiap perlombaan, ia kumpulkan untuk kemudian digunakan sebagai
modal kuliah.
Setelah lulus SMU, Elang
melanjutkan kuliah di Fakultas Ekonomi IPB (Institut Pertanian Bogor). Elang
sendiri masuk IPB tanpa melalui tes SPMB (Sistem Penerimaan Mahasiswa Baru,
red) sebagaimana calon mahasiswa yang akan masuk ke Perguruan Tinggi Negeri.
Ini dikarenakan Elang pernah menjuarai kompetisi ekonomi yang diadakan oleh IPB
sehingga bisa masuk tanpa tes. Saat awal-awal masuk kuliah, Elang mendapat
musibah yang menyebabkan uang Rp 10 jutanya tinggal Rp 1 juta. Namun Elang
enggan memberitahu apa musibah yang dialaminya tersebut.
Padahal uang itu rencananya akan
digunakan sebagai modal usaha. Meski hanya bermodal Rp 1 juta, Elang tidak
patah semangat untuk memulai usaha. Uang Rp 1 juta itu ia belanjakan sepatu
lalu ia jual di Asrama Mahasiswa IPB. Lewat usaha ini, dalam satu bulan Elang
bisa mengantongi uang Rp 3 jutaan. Tapi setelah berjalan beberapa tahun, orang
yang menyuplai sepatunya entah kenapa mulai menguranginya dengan cara
menurunkan kualitas sepatunya. Satu per satu pelanggannya pun tidak mau lagi
membeli sepatu Elang. Sejak itu, Elang memutuskan untuk tidak lagi berjualan
sepatu.
Setelah tidak lagi berbisnis
sepatu, Elang kebingungan mencari bisnis apalagi. Pada awalnya, dengan sisa
modal uang bisnis sepatu, rencanaya ia akan gunakan untuk bisnis ayam potong.
Tapi, ketika akan terjun ke bisnis ayam potong, Elang justru melihat peluang
bisnis pengadaan lampu di kampusnya. “Peluang bisnis lampu ini berawal ketika
saya melihat banyak lampu di IPB yang redup. Saya fikir ini adalah peluang
bisnis yang menggiurkan, ” paparnya. Karena tidak punya modal banyak, Elang
menggunakan strategi Ario Winarsis, yaitu bisnis tanpa menggunakan modal. Ario
Winarsis sendiri awalnya adalah seorang pemuda miskin dari Amerika Latin, Ario Winarsis
mengetahui ada seorang pengusaha tembakau yang kaya raya di Amerika. Setiap
hari, ketika pengusaha itu keluar rumah, Ario Winarsis selalu melambaikan
tangan ke pengusaha itu. Pada awalnya pengusaha itu tidak memperdulikannya.
Tapi karena Ario selalu melambaikan tangan setiap hari, pengusaha tembakau itu
menemuinya dan mengatakan, “Hai pemuda, kenapa kamu selalu melambaikan tangan setiap
saya ke luar rumah?” Pemuda miskin itu lalu menjawab, “Saya punya tembakau
kualitas bagus. Bapak tidak usah membayar dulu, yang penting saya dapat PO dulu
dari Bapak.” Setelah mendengar jawaban dari pemuda itu, pengusaha kaya itu lalu
membuatkan tanda tangan dan stempel kepada pemuda tersebut. Dengan modal
stempel dan tanda tangan dari pengusaha Amerika itu, pemuda tersebut pulang dan mengumpulkan hasil tembakau di kampungnya
untuk di jual ke Amerika lewat si pengusaha kaya raya itu. Maka, jadilah pemuda
itu orang kaya raya tanpa modal.
Begitupula Elang, dengan modal
surat dari kampus, ia melobi ke perusahaan lampu Philips pusat untuk menyetok
lampu di kampusnya. “Alhamdulillah proposal saya gol, dan setiap penjualan saya
mendapat keuntungan Rp 15 juta,” ucapnya bangga.
Tapi, karena bisnis lampu ini
musiman dan perputaran uangnya lambat, Elang mulai berfikir untuk mencari
bisnis yang lain. Setelah melihat celah di bisnis minyak goreng, Elang mulai menekuni
jualan minyak goreng ke warung-warung. Setiap pagi sebelum berangkat kuliah, ia
harus membersihkan puluhan jerigen, kemudian diisi minyak goreng curah, dan
dikirim ke warung-warung Pasar Anyar, serta Cimanggu, Bogor. Setelah selesai
mengirim minyak goreng, ia kembali ke kampus untuk kuliah. Sepulang kuliah,
Elang kembali mengambil jerigen-jerigen di warung untuk diisi kembali keesokan harinya.
Tapi, karena bisnis minyak ini 80 persen menggunakan otot, sehingga mengganggu
kuliahnya. Elang pun memutuskan untuk berhenti berjualan. “Saya sering
ketiduran di kelas karena kecapain,” kisahnya Elang mengaku selama ini ia
berbisnis lebih banyak menggunakan otot dari pada otak. Elang berkonsultasi ke
beberapa para pengusaha dan dosennya untuk minta wejangan. Dari hasil
konsultasi, Elang mendapat pencerahan bahwa berbisnis tidak harus selalu
memakai otot, dan banyak peluang-peluang bisnis yang tidak menggunakan otot.
Setelah mendapat berbagai
masukan, Elang mulai merintis bisnis Lembaga Bahasa Inggris di kampusnya.
“Bisnis bahasa Inggris ini sangat prospektif apalagi di kampus, karena ke depan
dunia semakin global dan mau tidak mau kita dituntut untuk bisa bahasa Inggris,”
jelasnya. Adapun modalnya, ia patungan bersama kawan-kawannya. Sebenarnya ia
bisa membiayai usaha itu sendiri, tapi karena pegalaman saat jualan minyak, ia
memutuskan untuk mengajak teman-temannya. Karena lembaga kursusnyanya ditangani
secara profesional dengan tenaga pengajar dari lulusan luar negeri, pihak
Fakultas Ekonomi mempercayakan lembaganya itu menjadi mitra.
Karena dalam bisnis lembaga bahasa
Inggris Elang tidak terlibat langsung dan hanya mengawasi saja, ia manfaatkan
waktu luangnya untuk bekerja sebagai marketing perumahan. “Saya di marketing tidak
mendapat gaji bulanan, saya hanya mendapatkan komisi setiap mendapat konsumen,”
ujarnya.
Bangun Rumah Orang Miskin. Di
usianya yang relatif muda, pemuda yang tak suka merokok ini sudah menuai
berbagai keberhasilan. Dari hasil usahanya itu Elang sudah mempunyai rumah dan
mobil sendiri. Namun di balik keberhasilannya itu, Elang merasa ada sesuatu
yang kurang. Sejak saat itu ia mulai merenungi kondisinya. “Kenapa kondisi saya
begini, padahal saya di IPB hanya tinggal satu setengah tahun lagi. Semuanya
saya sudah punya, apalagi yang saya cari di dunia ini?” batinnya.
Setelah lama merenungi ketidaktenangannya
itu, akhirnya Elang mendapatkan jawaban. Ternyata selama ini ia kurang bersyukur
kepada Tuhan. Sejak saat itulah Elang mulai mensyukuri segala kenikmatan dan
kemudahan yang diberikan oleh Tuhan. Karena bingung mau bisnis apalagi,
akhirnya Elang shalat istikharah minta ditunjukkan jalan. “Setelah shalat
istikharah, dalam tidur saya bermimpi melihat sebuah bangunan yang sangat megah
dan indah di Manhattan City, lalu saya bertanya kepada orang, siapa sih yang
membuat bangunan megah ini? Lalu orang itu menjawab, “Bukannya kamu yang
membuat?” Setelah itu Elang terbangun dan merenungi maksud mimpi tersebut.
“Saya pun kemudian memberanikan diri untuk masuk ke dunia properti,” ujarnya.
Pengalaman bekerja di marketing
perumahan membuatnya mempunyai pengetahuan di dunia properti. Sejak mimpi itu
ia mulai mencoba-coba ikut berbagai tender. Tender pertama yang ia menangi Rp
162 juta di Jakarta yaitu membangun sebuah Sekolah Dasar di daerah Jakarta
Barat. Sukses menangani sekolah membuat Elang percaya diri untuk mengikuti
tender-tender yang lebih besar. Sudah berbagai proyek perumahan ia bangun.
Selama ini bisnis properti
kebanyakan ditujukan hanya untuk orang-orang kaya atau berduit saja. Sedangkan
perumahan yang sederhana dan murah yang terjangkau untuk orang miskin jarang
sekali pengembang yang peduli. Padahal di Indonesia ada 70 juta rakyat yang
masih belum memiliki rumah. Apalagi rumah juga merupakan kebutuhan yang sangat primer.
Sebagai tempat berteduh dan membangun keluarga. “Banyak orang di Indonesia terutama
yang tinggal di kota belum punya rumah, padahal mereka sudah berumur 60 tahun,
biasanya kendala mereka karena DP yang kemahalan, cicilan kemahalan, jadi
sampai sekarang mereka belum berani untuk memiliki rumah,” jelasnya.
Dalam hidupnya, Elang ingin memiliki
keseimbangan dalam hidup. Bagi Elang, kalau mau kenal orang maka kenalilah 10
orang terkaya di Indonesia dan juga kenal 10 orang termiskin di Indonesia. Dengan
kenal 10 orang termiskin dan terkaya, akan mempunyai keseimbangan dalam hidup,
dan pasti akan melakukan sesuatu untuk mereka. Melihat realitas sosial seperti
itu, Elang terdorong untuk mendirikan perumahan khusus untuk orang-orang
ekonomi ke bawah. Maka ketika ada peluang mengakuisisi satu tanah di desa
Cinangka kecamatan Ciampea, Elang langsung mengambil peluang itu. Tapi, karena
Elang tidak punya banyak modal, ia mengajak teman-temannya yang berjumlah 5
orang untuk patungan. Dengan modal patungan Rp 340 juta, pada tahun 2007 Elang
mulai membangun rumah sehat sederhana (RSS) yang difokuskan untuk si miskin berpenghasilan
rendah. Dari penjualan rumah yang sedikit demi sedikit itu. Modalnya Elang
putar kembali untuk membebaskan lahan di sekitarnya. Rumah bercat kuning pun
satu demi satu mulai berdiri.
Elang membangun rumah dengan
berbagai tipe, ada tipe 22/60 dan juga tipe 36/72. Rumah-rumah yang berdiri di
atas lahan 60 meter persegi tersebut ditawarkan hanya seharga Rp 25 juta dan Rp
37 juta per unitnya. “Jadi, hanya dengan DP Rp 1,25 juta dan cicilan Rp 90.000 ribu
per bulan selama 15 tahun, mereka sudah bisa memiliki rumah,” ungkapnya.
Karena modalnya pas-pasan, untuk
media promosinya sendiri, Elang hanya mengiklankan di koran lokal. Karena
harganya yang relatif murah, pada tahap awal pembangunan langsung terjual
habis. Meski harganya murah, tapi fasilitas pendukung di dalamnya sangat
komplit, seperti Klinik 24 jam,
angkot 24 jam, rumah ibadah, sekolah, lapangan olah raga, dan juga dekat dengan pasar. Karena rumah itu diperuntukkan bagi kalangan ekonomi bawah, kebanyakan para profesi konsumennya adalah buruh pabrik, staf tata usaha (TU) IPB, bahkan ada juga para pemulung.
angkot 24 jam, rumah ibadah, sekolah, lapangan olah raga, dan juga dekat dengan pasar. Karena rumah itu diperuntukkan bagi kalangan ekonomi bawah, kebanyakan para profesi konsumennya adalah buruh pabrik, staf tata usaha (TU) IPB, bahkan ada juga para pemulung.
Sisihkan 10 Persen. Dengan
berbagai kesuksesan di usia muda itu, Elang tidak lupa diri dengan hidup
bermewah-mewahan, justru Elang semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Salah
satu wujud rasa syukur atas nikmatnya itu, dalam setiap proyeknya, ia selalu
menyisihkan 10 persen untuk kegiatan amal. “Uang yang 10 persen itu saya
masukkan ke BMT (Baitul Mal Wa Tanwil/tabungan)
pribadi, dan saya alokasikan untuk membantu orang-orang miskin dan orang yang kurang modal,” bebernya. Bagi Elang, materi yang saat ini ia miliki ada hak orang miskin di dalamnya yang musti dibagi. Selain menyisihkan 10 persen dari hasil proyeknya, Elang juga memberikan sedekah mingguan, bulanan, dan bahkan tahunan kepada fakir miskin.
Bagi Elang, sedekah itu tidak
perlu banyak tapi yang paling penting adalah kontinuitas dari sedekah tersebut.
Meski jumlahnya kecil, tapi jika dilakukan secara rutin, itu lebih baik
daripada banyak tapi tidak rutin.
Elang sendiri terbilang sebagai
salah satu sosok pengusaha muda yang sukses dalam merintis bisnis di tanah air.
Prestasinya patut diapresiasi dan dijadikan suri tauladan bagi anak-anak muda
yang lain. Bagi Elang, semua anak muda Indonesia bisa menjadi orang yang
sukses, karena kelebihan manusia dengan ciptaan mahkluk Tuhan yang lain adalah
karena manusia diberi akal. Dan, ketika manusia lahir ke dunia dan sudah bisa
mulai berfikir, manusia itu seharusnya sudah bisa mengarahkan hidupnya mau
dibawa kemana. “Kita hidup ibarat diberi diary kosong. Lalu, tergantung kitanya
mau mengisi catatan hidup ini. Mau hura-hurakah? Atau mau mengisi hidup ini
dengan sesuatu yang bermanfaat bagi yang lain,” ucapnya berfilosof. Ketika seseorang
sudah bisa menetapkan arah hidupnya mau dibawa kemana, tinggal orang itu
mencari kunci-kunci kesuksesannya, seperti ilmu dan lain sebagainya.
Menjaga Masjid. Adapun kunci
kesuksesan Elang sendiri berawal dari perubahan gaya hidupnya saat kuliah
semester lima. Pada siang hari, Elang bak singa padang pasir. Selain kuliah, ia
juga menjalankan bisnis mencari peluang-peluang bisnis baru, negosiasi, melobi,
dan sebagainya. Namun ketika malam tiba, ia harus menjadi pelayan Tuhan, dengan
menjadi penjaga Masjid. “Setiap malam dari semester lima sampai sekarang saya
tinggal di Masjid yang berada dekat terminal Bogor. Dari mulai membersihkan
Masjid, sampai mengunci, dan membukakan pintu pagar untuk orang-orang yang akan
shalat Shubuh, semua saya lakukan,” ujarnya merendah.
Elang mengaku ketika menjadi
penjaga Masjid ia mendapat kekuatan pemikiran yang luar biasa. Bagi Elang,
Masjid selain sebagai sarana ibadah, juga tempat yang sangat mustajab untuk
merenung dan memasang strategi. “Dalam halaman masjid itu juga ada pohon pisang
dan di sampingnya gundukan tanah. Saya anggap itu adalah kuburan saya. Ketika saya
punya masalah saya merenung kembali dan kata Nabi, orang yang paling cerdas
adalah orang yang mengingat mati,” ujarnya.
Ikut Lomba Wirausaha Muda Mandiri
Karena Tukang Koran “Ghaib” Elang semakin dikenal khalayak luas ketika berhasil
menjadi juara pertama di ajang lomba wirausaha muda mandiri yang diadakan oleh
sebuah bank belum lama ini. Keikutsertaan Elang dalam lomba tersebut sebenarnya
berkat informasi dari koran yang ia dapatkan lewat tukang koran “ghaib”. Kenapa
“ghaib”?, sebab setelah memberi koran, tukang koran itu tidak pernah kembali
lagi padahal sebelumnya ia berjanji untuk kembali lagi.
Peristiwa aneh itu terjadi saat
ia sedang mencuci mobil di depan rumahnya. Tiba-tiba saja ada tukang koran yang
menawarkan koran. Karena sudah langganan koran, Elang pun menolak tawaran
tukang koran itu dengan mengatakan kalau ia sudah berlangganan koran. Tapi
anehnya musti sudah mengatakan demikian, si tukang koran itu tetap memaksa
untuk membelinya, karena elang tidak mau akhirnya si tukang koran itu
memberikan dengan cuma-cuma kepada elang dan berjanji akan kembali lagi
keesokan harinya. Karena diberi secara cuma-cuma, akhirnya Elang pun mau
menerimanya.
Setelah selesai mencuci mobil,
Elang langsung menyambar koran pemberian tukang koran tadi. Setelah membaca
beberapa lembar, Elang menemukan satu pengumuman lomba wirausaha muda mandiri.
Merasa sebagai anak muda, ia tertantang untuk mengikuti lomba tersebut. Elang
pun membawa misi bahwa wirausaha bukan teori melainkan ilmu aplikatif. Saat
lolos penjaringan dan dikumpulkan di Hotel Nikko Jakarta, Elang bertemu dengan
seorang Bapak yang anaknya sedang sakit keras di pinggir jalan bundaran Hotel
Indonesia. Elang merasa ada dua dunia yang sangat kontras, di satu sisi ada
orang tinggal di hotel mewah dan makan di restoran, tapi di sisi lain ada orang
yang tinggal di jalanan. Akhirnya, pada malam penganugerahan, tim juri
memutuskan Elanglah yang menjadi juaranya. Padahal kalau diukur secara omset, pendapatannya
berbeda jauh dengan para pengusaha lainnya.
Dari Juara I Wirausaha itu, Elang
membawa hadiah sebesar Rp 20 juta, ditambah tawaran kuliah S2 di Universitas
Indonesia. Melalui lomba itu, terbukalah jalan cerah bagi Elang untuk menapaki
dunia wirausaha yang lebih luas.
Ingin Membawahi Perusahaan yang Mempekerjakan 100 Ribu Orang
Perjalanan Elang dalam merintis
bisnis properti, tidak selamanya berjalan mulus. Pada awal-awal merintis bisnis
ini, ia banyak sekali mengalami hambatan, terutama ketika akan meminjam modal
dari Bank. Sebagai mahasiswa biasa, tentunya perbankan merasa enggan untuk
memberikan modal. Padahal, prospek bisnis properti sangat jelas karena setiap
orang pasti membutuhkan rumah. “Beginilah jadi nasib orang muda, susah orang
percaya. Apalagi perbankan. Orang bank bilang lebih baik memberikan ke tukang
gorengan daripada ke mahasiswa,” ungkapnya.
Meski sering ditolak bank pada
awal-awal usahanya, Elang tidak pernah patah semangat untuk berbisnis. Baginya,
kalau bank tidak mau memberi pinjaman, masih banyak orang yang percaya dengan
anak muda yang mau memberi pinjaman. Terbukti dengan hasil jerih payahnya
selama ini sehingga bisa berjalan.
Ada banyak impian yang ingin
diraih Elang, di antaranya membentuk organisasi Maestro Muda Indonesia dan
membawahi perusahaan yang mempekerjakan karyawan 100 ribu orang. Motivasi
terbesar Elang dalam meraih impian tersebut adalah ingin menjadi tauladan bagi
generasi muda, membantu masyarakat sekitar, dan meraih kemuliaan dunia serta
akhirat.