Jan Koum dan Brian Acton, dua pendiri Whatsapp |
WhatsApp,
merupakan salah satu aplikasi social
messenger yang telah diakuisisi oleh facebook dengan nilai 16 juta US
Dollar telah menjadi aplikasi social
messenger nomor satu saat ini. Tapi tahukah kita kalau kesuksesan yang
diraih tersebut tidak semudah yang kita bayangkan. Perkenalkan, Jan Koum dan Brian Acton,
dua orang yang telah melalui banyak kegagalan dan perjalanan hidup yang penuh
perjuangan dan kegigihan dalam mewujudkan visi mereka.
Saat ini, aplikasi buatan Jan dan Brian menjadi landasan
aplikasi messenger paling berharga
didunia, meskipun dulunya mereka mendapat penolakan dari beberapa perusahaan
teknologi ternama, termasuk perusahaan yang pada akhirnya membeli aplikasi
layanan mereka.
Komitmen mereka yang berusaha menjaga agar Whatsapp menjadi aplikasi yang “tanpa
iklan” dan senantiasa menghormati privacy
para user, menjadikan aplikasi
ini mampu menjaring jutaan user sejak pertama kali diluncurkan pada 2009 silam.
Dua wawancara beberapa waktu lalu, bersama Wired
UK dan Forbes, mampu menggali
lebih dalam mengenai kisah para pendiri Whatsapp ini dan mengungkap masa – masa “jatuh bangun” yang dialami oleh keduanya.
Gagal bukan berarti kalah
Setelah mengambil libur satu tahun untuk liburan di
Amerika Selatan, Brian dan Jan mencoba memasukkan proposal ke Facebook meskipun
akhirnya mereka berdua ditolak. Brian lalu memposting status di twitter pada 2009, perihal harapan dan penolakan Facebook terhadapnya. Brian juga sempat mencoba melamar ke twitter, namun dia juga ditolak dan cuma menjalani masa percobaan dua bulan disana
. |
Tweet Brian di akunnya pada 2009 silam |
Saat itu masa yang sulit ketika Jan terinspirasi untuk membuat WhatsApp, sebuah platform-agnostic aplikasi pesan sederhana yang memungkinkan setiap
pengguna smartphone dapat mengirimkan
SMS tanpa dikenakan biaya. Brian yang sebelumnya merupakan seorang karyawan di
Yahoo!, juga sempat berinvestasi dan mengalami kerugian jutaan dollar dalam bisnis
dot.com sejak awal 2000-an, tapi dia
mulai bangkit kembali saat bergabung dengan Jan dalam membangun startup awal dengan metode filosofi
bisnis yang unik.
Dari Welfare ke WhatsApp
Jan, yang saat ini genap berusia 38 tahun, masih
remaja pada waktu dia berimigrasi ke Amerika Serikat dari sebuah desa kecil
diluar Kiev, Ukraina. Hidup di kota Kiev, yang merupakan kota dengan kondisi
politik dan protes massa yang kian meningkat sangatlah tidak mudah bagi seorang
Jan. Rumahnya di desa tidak memiliki air hangat dan orang tuanya tidak memasang
telepon karena takut disadap oleh pemerintah. Ketika berada di Amerika, Jan
langsung mempelajari ilmu jaringan komputer dengan membaca buku yang dibelinya
di toko buku bekas.
Jan Koum dalam sebuah wawancara |
Pada 1997, Jan berkenalan dengan Brian yang
nantinya menjadi rekannya dalam membangun Whatsapp. Brian lalu membujuk Jan agar
mau ikut bergabung di Yahoo! dan meniggalkan kuliahnya di San Jose State
University. Keduanya lalu menghabiskan masa 20 tahun mereka berkutat di perusahaan
Yahoo! Inc, sebelum akhirnya mendirikan Whatsapp Inc.
Whatsapp resmi diakuisisi facebook |
Majalah Forbes sempat berhasil mengabadikan foto Jan sedang
menandatangani kontrak bernilai milyaran dollar dengan Facebook saat berada di
kantor lamanya di Mountain View,
California. Hal itu menjadi bukti hasil kerja kerasnya Jan dan Brian selama
ini.
Perusahaan dengan Visi yang unik
WhatsApp merombak total gambaran orang tentang
konsep berkirim pesan lewat smartphone.
Privacy pengguna menjadi prioritas
pertama dan paling utama bagi Jan. Selama beberapa tahun, tampilan layanan
pesan instant ini tetap sama sejak
pertama kali diluncurkan pada 2009, dengan sedikit tambahan kecil pada update terbarunya.
Seperti kita ketahui kalau Whatsapp tidak mengharuskan user men-submit informasi diri mereka, seperti nama, jenis kelamin, bahkan
umur. Whatsapp hanya meminta nomor ponsel pengguna untuk proses registrasi dan
aktivasi. Pengguna tidak perlu repot memasang nama mereka, tapi cukup memasukkan
10 digit nomor handphone. Whatsapp hanya mengadopsi dua elemen dari instant messaging, seperti fasilitas “status update” dan “read” oleh penerima pesan (jauh sebelum iMessage incorporated menggunakan fitur itu).
Jan pada waktu itu tertarik mengamati sistem antar pesan (messaging) yang selama ini dilakukan oleh para pengguna ponsel, dimana mereka
kebanyakan menggunakan SMS untuk berhubungan dengan orang terdekat mereka yang
berada jauh diluar negeri. Whatsapp kemudian membangun jaringan follower di
benua Eropa dan komunitas Internasional lainnya. Hingga akhirnya, diawal 2011,
Whatsapp berhasil menjadi “bintang” di App Store dan menduduki posisi 20 besar,
dan naik keposisi 10 besar aplikasi gratis. (MY)