Aktivitas di Kawasan Pecinan di Makassar |
Kehadiran orang
tionghoa di pulau sulawesi mungkin sama tuanya dengan asal-usul orang toraja dimana ribuan tahun yang lalu sejumlah nelayan dari pantai timur tiongkok
melakukan pelayaran ke selatan, Selama berlayar kapal mereka diamuk angin topan dan terdampar di pantai
barat sulawesi tengah. Kisah asal-usul mereka Hampir sama dengan asal usul masyarakat Manado, ketika sejumlah orang Eskimo
melakukan pelayaran dan akhirnya terdampar di pantai minahasa yang kemudian
menjadi nenek moyang orang menado.
Kedua nenek moyang suku tersebut selama ratusan tahun
bersentuhan dan berasimilasi dengan suku bangsa Melanesia. Kemudian pada
1500 tahun yang lalu kedua ras tersebut mulai bersentuhan dengan pedagang-pedagang dari Melayu,
Arab, India dan tiongkok. Mereka bergaul akrab dan saling berasimilasi, hingga orang-orang
yang mendiami daratan pulau sulawesi menjadi beragam dalam hal kulit dan wajah. Kulit mereka
ada yang kuning langsat, kuning pucat, kuning coklat, coklat muda, coklat
sawo-matang, dan coklat kehitam-hitaman. Rambut kebanyakan warna hitam, biji
mata ada yang hitam, ada yang coklat tua, juga ada yang coklat muda.
Seiring perjalanan waktu dan mulai adanya kehidupan berkelompok maka selama rentang waktu ratusan tahun terciptalah induk suku
Manado, suku Toraja, suku Luwuk Banggai - Sulawesi tenggara, suku Luwu-Bugis - Makassar, dan Suku Buton, yang kemudian hidup berkelompok dan masing-masing suku tersebut lalu mendirikan kerajaan.
Raja-raja kerajaan di sulawesi selatan adalah raja-raja yang berani,
berwibawa, serta tinggi harga dirinya. Dengan rakyatnya yang sudah melakukan perdagangan secara
bebas dengan bangsa-bangsa asing lainnya. Pada akhirnya Pihak Belanda ingin memonopoli sistem perdagangan pada waktu itu dengan tujuan membentuk VOC, suatu organisasi
dagang yang punya kekuasaan dalam menggerakkan para tentara.
Cita – Cita Belanda
itu akhirnya berhasil dengan taktik “DEVIDE ET IMPERA” yaitu mengadu domba suku Bugis
– Makassar, hingga sebagian raja memihak Belanda. Sultan Hasanuddin, raja yang
sangat di kagumi oleh Belanda, akhirnya di kalahkan pula. Maka mulailah Belanda
memonopoli perdagangan dan melakukan penjajahan. Raja dan rakyat boleh berdagang, tapi tak boleh langsung, harus lewat VOC. Dengan demikian
keuntungan berlipat ganda di pihak VOC.
Ilustrasi Perang Sultan Hasanuddin VS Pasukan VOC, 1666 |
Sementara hal itu berlangsung, orang–orang tionghoa di Sulawesi banyak yang
hidup berasimilasi atau kawin dengan penduduk setempat, hingga lahirnya
peranakan tionghoa yang kulitnya kuning kecoklat– coklatan. Orang–orang tua dulu pernah mengatakan bahwa peranakan tionghoa di Sulawesi
sudah ada yang sampai generasi kedelapan, itu berarti kira–kira sudah 200 tahun lebih sejak peranakan tionghoa pertama ada di Sulawesi. Kalau di pulau
Jawa, Suku Tionghoa sudah terhitung ada sejak sebelum berdirinya kerajaan Sriwijaya di
Palembang atau sejak mendaratnya Admiral Cheng Ho di Semarang. Diprediksi pula kalau “peranakan
Tionghoa pertama” di Sulawesi sama tuanya dengan nenek moyang suku Toraja.
Selama
masa penjajahan Belanda, masyarakat Indonesia peranakan Tionghoa sudah hidup berdampingan bersama rakyat
setempat (pribumi), dan terus bertambah karena adanya imigrasi oleh warga China-totok ke
seluruh Indonesia sedikit demi sedikit lewat perdagangan.
Keberadaan kawasan
pacinan di makassar di perkirakan telah ada sejak ratusan tahun yang lalu,
namun kekuasaan pecinan seluas 44 hektar, itu baru secara sah di akui
keberadaannya setelah diresmikan oleh walikota Makassar, Amiruddin Maula, Sebagai
salah satu obyek wisata kota Makassar.
Gerbang China Town yang menjadi lambang persaudaraan
Indonesia dan Tionghoa. ini ditandai dengan terpampangnya sederet tulisan berhuruf China dan latin di sebuah gapura berornamen
China yang terletak di jalan Jampea, kecamatan Wajo, Makassar, Sulawesi
Selatan. Gapura itu berdiri kokoh perlambang persahabatan antara warga pribumi
dan warga keturunan China sebagai warga non pribumi.
Gerbang China Town Makassar di Jalan Jampea |
Memasuki kawasan China Town yang tersebar di Kecamatan Wajo, kita akan menjumpai beberapa warga Tionghoa melakukan aktivitas sebagai pedangang. Hampir 90 % warganya adalah warga keturunan China. Di kawasan Pecinan inilah, banyak lahir produk-produk oleh oleh dan menu kuliner Khas Makassar, sebut saja: Minyak Tawon di jalan Sulawesi, Pusat Oleh-Oleh Makassar di jalan Sombaopu, Mi Titi, Mi Awa dan Mi Anto yang tersebar di Kecamatan Wajo, Pasar Butung, Pasar Sentral, dan sebagainya, hampir semuanya lahir dan dihasilkan oleh tangan-tangan warga Tionghoa yang berdomisili di China Town ini.
Salah satu Vihara di jalan Sulawesi, Makassar |
Sampai saat ini ada 4
bangunan klenteng yang berdiri di sepanjang jalan Sulawesi yang semuanya dibuat bernuansa arsitektur China. Jika anda berencana untuk berwisata ke Kota Makassar, jangan lupa untuk menyempatkan diri berkunjung dan berkeliling di kawasan China Town, dimana hampir semuanya anda bisa peroleh disini. Enjoy Makassar!