Jumlah sampel DNA yang tersimpan di
gudang data DNA, Inggris telah mencapai lebih dari 2 juta, mewakili 1/30 populasi
Inggris. Data-data tersebut telah menjadi sarana polisi yang kuat dalam
menindak kasus kejahatan, bahkan kasus pembunuhan yang belum terpecahkan di
masa lalu pun dapat dibongkar.
Baru-baru ini kepolisian Inggris kembali mengadakan penyelidikan terhadap sebuah kasus pembunuhan 15 tahun lalu. Pada hari Valentine tahun 1988 waktu itu, seorang gadis 20 tahun yang bernama Heather dibunuh dengan 50 lebih tusukan pisau, dan mati mengenaskan di dalam kamar apartemennya sendiri. Di tempat kejadian, Polisi menemukan setetes darah diatas selembar kertas bungkus rokok yang golongan darahnya berbeda dengan korban, namun tidak diketahui siapa orangnya. Saat itu pihak kepolisian hanya bisa memasukkannya ke dalam arsip untuk disimpan jika dibutuhkan kelak.
Setelah menyimpan sampel DNA yang mereka temukan di TKP, polisi kemudian bermaksud menemukan lebih banyak lagi contoh darah untuk memperbesar kemungkinan perbandingan DNA yang mungkin berasal dari tersangka. Tim penyidik lalu kembali ke lokasi kejadian dan mengangkat semua papan dinding dalam ruangan dimana mereka menemukan lebih banyak lagi bekas darah, dari sanalah mereka akhirnya memperoleh DNA yang sempurna, untuk di-input ke komputer, dan dilakukan perbandingan DNA di gudang data.
Meskipun, hasil perbandingan DNA tidak ditemukan sama sekali sampel yang cocok, namun yang membuat pihak polisi merasa heran adalah ditemukannya kemiripan antara sampel DNA milik seorang pria yang terlibat dalam kasus pencurian dengan DNA yang diambil di lokasi pembunuhan. Namun, polisi yakin kalau pria ini tidak mungkin tersangka pembunuhan, sebab ketika pembunuhan terjadi, ia belum lahir. Lalu, polisi mulai mengunjungi satu demi satu saudara, kerabat dan keluarga dari pria tersebut.
Saat polisi mewawancarai paman si lelaki yang bernama Geovour itu, ia terus terang mengakui bahwa dia sendiri adalah tersangkanya. Ia memberi pengakuan, bahwa waktu itu ia mengadakan transaksi hubungan seks dengan Heather dengan harga 30 poundsterling, namun saat ia mau membayar korban, ia tiba-tiba berubah pikiran dan ingin mengambil kembali uangnya, namun ditolak si korban. Di bawah kemarahan yang meluap-luap, Geovour lalu membunuh korban dengan 50 lebih tusukan pisau.
Polisi selanjutnya mengirim DNA Geovour ke laboratorium untuk dianalisa, dan menemukan DNA sangat cocok dengan DNA di lokasi pembunuhan tersebut. Akhirnya keseluruhan kasus terpecahkan, pelaku kemudian dijatuhi hukuman penjara seumur hidup oleh pengadilan.
Pada awal setelah kasus pembunuhan terjadi, pihak kepolisian Wales, Inggris hampir saja salah tuduh terhadap pelaku lainnya. Pada November 1990, teman lelaki si korban dan 2 orang sahabatnya ditangkap dan mereka harus melewati interogasi yang panjang. Hasilnya, Mereka kemudian diyakini sebagai tersangka dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Dua tahun kemudian, pengadilan melakukan naik banding karena menganggap metode interogasi yang dilakukan pihak penyidik pada ketiga terdakwa sangat tidak layak dan hal itu lalu mengubah vonis mereka bertiga menjadi tidak bersalah.
Ketika Geovour akan divonis, mereka bertiga khusus datang ke pengadilan untuk mendengar sekaligus menceritakan kasus 'salah tuduh' yang mereka alami. Atas kejadian tersebut, pihak pengadilan Inggris diminta mempertimbangkan kembali ide untuk merehabilitasi hukuman mati.
Hasil print out catatan DNA sedang diidentifikasi |
Berdasarkan statistik Departemen Dalam Negeri Inggris, pihak kepolisian berhasil membongkar rata-rata 15 kasus pembunuhan dan 31 kasus tindak kekerasan setiap bulannya dengan memanfaatkan gudang data DNA yang ada. Sehingga total kasus yang berhasil diungkap dengan bantuan Gudang DNA, di Inggris, bisa mencapai 22.000 kasus tiap tahunnya. Nah, bagaimana dengan Indonesia?. (MY)